Sabtu, 04 September 2021

UPDATE TRANSFER : Ped0fil OUT, Pecandu IN

Penulis: Bima Adjie Prasetyo

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Saipul Jamil Bebas, Coki Pardede Masuk Lapas

Dua kasus yang lagi ramai di kalangan masyarakat belakangan ini. Lagi-lagi, Publik figur kembali terjerat kasus penyalahgunaan Narkotika. Coki Pardede ditangkap Polres Tanggerang Kota, Banten pada Rabu (1/9) Malam waktu setempat. Hal ini semakin memperpanjang deretan kasus penyalahgunaan Narkotika dikalangan artis. 

Beberapa waktu sebelumnya, Pedangdut Saipul Jamil yang dinyatakan bebas dari lapas Cipinang. Pada tahun 2016 lalu, Saipul Jamil divonis hukuman penjara atas 2 (Dua) dakwaan yaitu Kasus Pencabulan dan Kasus Suap terhadap Majelis Hakim. 

Saat itu, Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada Saipul Jamil atas dugaan Pencabulan terhadap korban yang tinggal dirumahnya. Vonis 3 tahun tersebut justru bertambah menjadi 5 tahun dikarenakan yang bersangkutan lewat pengacara nya terbukti menyogok Majelis Hakim sebesar 250 Juta

Dan pada hari Kamis (2/9) Saipul Jamil dinyatakan bebas, namun hal ini menjadi sorotan publik karena setelah bebas dia justru dengan mudahnya mendapatkan tawaran kerja dan acara televisi setelah keluar dari penjara! 
Bayangkan orang yang dicap sebagai penjahat yang baru keluar dari sel bisa dengan mudah mendapat simpati, sedangkan rakyat kecil yang sama-sama bebas dari penjara justru diacuhkan oleh masyarakat yang kita sebut sebagai Hukuman Sosial. 

Saipul Jamil Tampil Perdana Di Acara Televisi


Namun, dalam artikel ini penulis akan fokus membahas kasus dari pengisi acara Majelis Lucu Indonesia (MLI) serta Komedian 'Pemuda Tersesat' yang beneran sesat.
Komedian ini ditangkap atas penyalahgunaan Narkotika jenis Sabu-sabu dan yang bikin kamu geleng-geleng kepala dia menyuntikkan nya lewat An*l, bahkan saat digrebek dia sedang menonton video porno g*y! 

Yang menarik dari kasus ini, sebelumnya Coki pernah keceplosan menyebut rasa sabu-sabu di salah satu video dengan narasumber nya sendiri adalah anggota BNN. Ternyata benar, mulut mu harimau mu.

Saat ini, Komedian tersebut sudah diamankan pihak polisi dan kita tinggal menunggu proses pengadilan nya. 
Ada 2 kemungkinan, dipenjara atau hanya di rehabilitasi?? 
Semua ini tergantung hasilnya, apakah dia hanya memakai sabu-sabu? seberapa banyak dia menggunakan? apakah dia hanya pecandu bukan sindikat? 

Coki Pardede Meminta Maaf

Berdasarkan Pasal 114 juncto pasal 112 UU 35/2009 tentang Markotika, Coki terancam pidana 6 tahun penjara.

Semua tata persyaratan teknis asesmen untuk rehabilitasi, mengacu sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010. Salah satunya, batas maksimal barang bukti harus kurang dari satu gram untuk narkotika jenis sabu dan tersangka bukanlah seorang pengedar.

Dalam penangkapan tersebut, polisi menemukan dan menyita satu paket sabu seberat 0,3 gram. 

Mari kita tunggu saja kelanjutan kasus ini, semoga yang bersangkutan diadili seadil-adilnya berdasarkan hukum yang berlaku dan mendapatkan efek jera atas apa yang telah dibuatnya. 

“Narkoba hanya buang-buang waktu. Mereka menghancurkan ingatanmu dan harga dirimu dan segala sesuatu yang sejalan dengan harga dirimu.” – Kurt Cobain
#SayNoToDrug

Baca, Tulis, Lawan! 




Jumat, 03 September 2021

Hambali "Otak BOM BALI" Jalani Persidangan Militer, Terkena 9 DAKWAAN

Penulis: Bima Adjie Prasetyo

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Terdakwa Kasus Terorisme Bom Bali


Senin (30/8), Pelaku Terorisme 'Bom Bali' 18 tahun silam yaitu Encep Nurjaman dan 2 Warga Negara Malaysia mulai menjalani persidangan militer di Amerika guna pembacaan dakwaan, setelah ditahan selama 18 tahun di Guantanamo. 

Ketiga nya didakwa telah melakukan pembunuhan berencana, konspirasi, dan terorisme. Ketiga tersangka meminta waktu sebelum menyatakan diri bersalah atau tidak. 


Bom Bali adalah rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan. 

Rangkaian pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang kemudian disusul oleh pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang juga bertempat di Bali pada tahun 2005. Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera, kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata tersebut. Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia. (source : Wikipedia) 

Ilustrasi Bom Bali

Latar belakang terjadinya Bom Bali ini adalah karena para teroris menganggap bahwa Bali adalah pusat maksiat dan menganut 'Islam Phobia'

Kuasa hukum ketiga terdakwa berusaha untuk menunda pengadilan, dengan alasan minimnya akses penerjemah, dan fasilitas lain yang digunakan untuk pembelaan. 

Hakim yang memimpin komisi, sebuah pengadilan gabungan antara hukum militer dan sipil, dijadwalkan menggelar sidang dengar pendapat untuk mendengar argumen pihak terdakwa, sebelum memutuskan apakah dakwaan bisa diajukan secara formal.

Kasus ini tergolong rumit dikarenakan membutuhkan kesaksian dan terdakwa telah mendapat vonis hukum ditempat lain serta jangka waktu penahanan yang terlalu lama. 


Terorisme tidak diajarkan dalam agama manapun, melainkan mereka pada hakikatnya adalah penganut ajaran sesat. 

Baca, Tulis, Lawan! 

Rabu, 01 September 2021

Kritik Dibungkam, Melanggar Kebebasan HAM?

Penulis: Bima Adjie Prasetyo

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Mural '404 Not Found'

Belakangan ini, banyak kritikan dari masyarakat terhadap masa pemerintahan Presiden Indonesia Joko Widodo. Yang paling ramai dikalangan netizen, yaitu lukisan mural yang dibuat di daerah Batu Ceper, Tanggerang. 

Aparat kepolisian bergegas menyelidiki kasus ini dengan memburu pembuat mural. Alasannya, karena lukisan bergambar Jokowi tersebut dinilai telah melecehkan presiden sebagai lambang negara. 
Sikap kepolisian yang berniat untuk mencari pelaku tersebut menimbulkan banyak pro-kontra di kalangan masyarakat. 


Muncul pertanyaan yang menjadi dasar Pihak aparat untuk melakukan pencarian, yaitu karena dinilai telah melecehkan presiden yang merupakan lambang negara. 

Lalu, apakah benar hal tersebut? 
Nyatanya, Undang-undang tidak menyatakan Presiden sebagai lambang negara, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata simbol berarti juga lambang. 

Simbol negara diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009
Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 Bab I Pasal 2 menyebutkan, hal-hal yang dikategorikan sebagai simbol kenegaraan adalah bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan.

Pasal 35 sampai 36A disebutkan lambang negara adalah Garuda dan semboyan yang tertera pada garuda itu. Berikut ini bunyinya.

UUD 1945
Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. 



MATI SATU TUMBUH SERIBU
Mungkin pepatah itu lah yang cocok untuk mendefinisikan kondisi terkini, setelah kejadian tersebut justru tidak meredam masyarakat untuk mengekspresikan keresahan mereka terhadap pemerintah. 
Di Tanah Abang, Jakarta Pusat contohnya tulisan yang berbunyi "Kami Lapar Tuhan"
dan sebuah mural yang bergambar Jokowi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 




Hanya saja, tidak lama berselang petugas kepolisian kembali menghapus coretan tersebut. 

Lukisan Mural bukanlah sebuah kejahatan, melainkan luapan ekspresi masyarakat berupa kritik yang tidak membahayakan. 
Bukannya digunakan untuk mengoreksi kebijakan, alih-alih Pemerintah justru mengambil langkah untuk menghapus aspirasi tersebut yang dinilai bersifat provokatif dan berupa pelecehan. 


"Bila terasa sinisisme publik, pertanda ada kepercayaan yang retak pada penguasa. Introspeksilah, bukan justru mencurigai pikiran rakyat." -Rocky Gerung

Baca, Tulis, Lawan! 



Senin, 30 Agustus 2021

Vonis Diringankan, Hakim : "Terdakwa Sudah Cukup Dihina Oleh Masyarakat"

Penulis : Bima Adjie Prasetyo

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Yusuf Pranowo, Hakim PN Tipikor

Senin, 23 Agustus 2021, Hakim Anggota Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) membacakan putusan pengadilan yang menyebutkan alasan Keringanan Vonis yang diberikan kepada Terdakwa kasus korupsi mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara. 

Sebelumnya, beliau divonis 12 Tahun Penjara dan Denda sebanyak 500 Juta terkait kasus korupsi bantuan sosial Covid-19. Vonis tersebut lebih tinggi dari Tuntunan JPU KPK yang memvonis 13 Tahun. 

Hakim menyebut, alasan keringanan tersebut karena Terdakwa belum pernah tersangkut kasus pidana, sudah cukup dihina, dicaci, dan divonis bersalah oleh masyarakat, padahal beliau belum tentu bersalah sampai ada kekuatan hukum tetap. 

Sebelumnya bahkan terdakwa meminta untuk dibebaskan, Juliari mengatakan majelis hakim dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin keluarganya. Dia bilang keluarganya menderita karena dipermalukan dan dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak pahami.

Juliari Batubara, terdakwa kasus Korupsi Bantuan Sosial Covid-19


Hasil putusan Hakim dinilai terlalu ringan untuk kasus korupsi yang bernilai Milyaran tersebut. Banyak warganet menyuarakan keresahan nya atas hasil persidangan yang menyatakan bahwa vonis tersebut tidak sebanding dengan apa yang sudah dilakukan nya. 

Padahal jika kita berkaca pada Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan:

"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)."


dan Pasal 3 UU Tipikor yang menyebutkan:

"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)."


Seharusnya terdakwa diberi hukuman yang lebih berat dan setimpal sesuai dengan perbuatan nya yang merugikan negara dan rakyat. 

Sekian pembahasan tersebut saya sampaikan tanpa ada maksud menyinggung pihak mana pun. 

Hukum memang tidur, tapi hukum tidak akan pernah mati. 

Baca, Tulis, Lawan! 



 

UPDATE TRANSFER : Ped0fil OUT, Pecandu IN

Penulis: Bima Adjie Prasetyo Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Saipul Jamil Bebas, Coki Pardede Masuk Lap...