Penulis: Bima Adjie Prasetyo
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penulis: Bima Adjie Prasetyo
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penulis: Bima Adjie Prasetyo
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
![]() |
Terdakwa Kasus Terorisme Bom Bali |
Senin (30/8), Pelaku Terorisme 'Bom Bali' 18 tahun silam yaitu Encep Nurjaman dan 2 Warga Negara Malaysia mulai menjalani persidangan militer di Amerika guna pembacaan dakwaan, setelah ditahan selama 18 tahun di Guantanamo.
Ketiga nya didakwa telah melakukan pembunuhan berencana, konspirasi, dan terorisme. Ketiga tersangka meminta waktu sebelum menyatakan diri bersalah atau tidak.
Bom Bali adalah rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan.
Rangkaian pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang kemudian disusul oleh pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang juga bertempat di Bali pada tahun 2005. Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera, kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata tersebut. Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia. (source : Wikipedia)
![]() |
Ilustrasi Bom Bali |
Latar belakang terjadinya Bom Bali ini adalah karena para teroris menganggap bahwa Bali adalah pusat maksiat dan menganut 'Islam Phobia'
Kuasa hukum ketiga terdakwa berusaha untuk menunda pengadilan, dengan alasan minimnya akses penerjemah, dan fasilitas lain yang digunakan untuk pembelaan.
Hakim yang memimpin komisi, sebuah pengadilan gabungan antara hukum militer dan sipil, dijadwalkan menggelar sidang dengar pendapat untuk mendengar argumen pihak terdakwa, sebelum memutuskan apakah dakwaan bisa diajukan secara formal.
Kasus ini tergolong rumit dikarenakan membutuhkan kesaksian dan terdakwa telah mendapat vonis hukum ditempat lain serta jangka waktu penahanan yang terlalu lama.
Terorisme tidak diajarkan dalam agama manapun, melainkan mereka pada hakikatnya adalah penganut ajaran sesat.
Baca, Tulis, Lawan!
Penulis: Bima Adjie Prasetyo
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penulis : Bima Adjie Prasetyo
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
![]() |
Yusuf Pranowo, Hakim PN Tipikor |
Senin, 23 Agustus 2021, Hakim Anggota Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) membacakan putusan pengadilan yang menyebutkan alasan Keringanan Vonis yang diberikan kepada Terdakwa kasus korupsi mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara.
Sebelumnya, beliau divonis 12 Tahun Penjara dan Denda sebanyak 500 Juta terkait kasus korupsi bantuan sosial Covid-19. Vonis tersebut lebih tinggi dari Tuntunan JPU KPK yang memvonis 13 Tahun.
Hakim menyebut, alasan keringanan tersebut karena Terdakwa belum pernah tersangkut kasus pidana, sudah cukup dihina, dicaci, dan divonis bersalah oleh masyarakat, padahal beliau belum tentu bersalah sampai ada kekuatan hukum tetap.
Sebelumnya bahkan terdakwa meminta untuk dibebaskan, Juliari mengatakan majelis hakim dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin keluarganya. Dia bilang keluarganya menderita karena dipermalukan dan dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak pahami.
![]() |
Juliari Batubara, terdakwa kasus Korupsi Bantuan Sosial Covid-19 |
Hasil putusan Hakim dinilai terlalu ringan untuk kasus korupsi yang bernilai Milyaran tersebut. Banyak warganet menyuarakan keresahan nya atas hasil persidangan yang menyatakan bahwa vonis tersebut tidak sebanding dengan apa yang sudah dilakukan nya.
Padahal jika kita berkaca pada Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)."
dan Pasal 3 UU Tipikor yang menyebutkan:
"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)."
Seharusnya terdakwa diberi hukuman yang lebih berat dan setimpal sesuai dengan perbuatan nya yang merugikan negara dan rakyat.
Sekian pembahasan tersebut saya sampaikan tanpa ada maksud menyinggung pihak mana pun.
Hukum memang tidur, tapi hukum tidak akan pernah mati.
Baca, Tulis, Lawan!
Penulis: Bima Adjie Prasetyo Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Saipul Jamil Bebas, Coki Pardede Masuk Lap...